AI Writing vs Human Writer: Apakah Penulis Akan Punah di Era Generative AI?

Writer vs AI Prompt
Sumber :
  • AI

VIVATechno – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membuka babak baru dalam dunia kepenulisan. Dengan hadirnya generative AI seperti ChatGPT, Gemini, dan Claude, proses menulis kini bisa dilakukan dalam hitungan detik.

Laptop 2-in-1 Lenovo Yoga 7i Gen 9, Worth It atau Tidak?

Dari artikel berita, naskah iklan, hingga caption media sosial semuanya bisa dihasilkan secara otomatis. Tapi, apakah ini berarti penulis manusia tidak lagi dibutuhkan?

Pertanyaan ini memicu perdebatan hangat di industri konten, media, hingga akademik. Apakah AI benar-benar bisa menggantikan sentuhan manusia dalam menulis? Ataukah justru membuka peluang baru yang sebelumnya tak terbayangkan? Mari kita bedah bersama perbandingan dan dampaknya.

Punya Dua Akun TikTok? Ini Cara Login Gampang Tanpa Harus Logout Dulu!

Memang betul, generative AI memiliki kemampuan memproses jutaan data dan menyusunnya menjadi tulisan yang koheren, informatif, dan bebas typo yang mana semuanya bisa diproduksi dalam hitungan detik. AI unggul dalam hal:

  • Kecepatan produksi konten.
  • Kapasitas bekerja tanpa lelah.
  • Penulisan berbasis data dan struktur jelas.

Menurut laporan McKinsey (2023), generative AI mampu meningkatkan efisiensi penulisan konten hingga 40 persen di lingkungan profesional.

Reach Instagram Turun Drastis, Ternyata Kena Shadowban Tanpa Sadar

Namun, AI tetap bekerja berdasarkan pola dan data yang sudah tersedia. Ia tidak memiliki pengalaman hidup, intuisi sastra, atau nuansa emosi manusiawi yang melekat dalam tulisan seorang penulis sejati.

Meski AI mampu meniru gaya bahasa dan struktur tulisan, penulis manusia tetap unggul dalam hal:

  • Orisinalitas ide.
  • Nuansa emosional dan empati.
  • Refleksi budaya dan konteks sosial.
  • Eksperimen gaya dan suara personal.

Seperti pepatah yang sering disampaikan, "Tulisan yang baik tidak hanya menyampaikan informasi, tapi juga membentuk pengalaman," yang mana hal itu hanya bisa datang dari manusia.

Penulis juga memiliki kebebasan berpikir kritis yang tidak bisa direplikasi sepenuhnya oleh model AI. Sehingga produksi AI cukup riskan dengan beberapa risiko seperti berikut:

  • Overproduksi konten dangkal.
  • Plagiarisme dan manipulasi data.
  • Hilangkan kredit pada karya manusia.
  • Kebingungan identitas penulis.

 

Alih-alih menggantikan penulis, AI sebaiknya dilihat sebagai alat bantu. Banyak jurnalis, copywriter, dan penulis konten kini memanfaatkan AI untuk:

  • Brainstorming ide cepat.
  • Menyusun kerangka atau outline.
  • Menerjemahkan bahasa dan mempercepat riset.

Maka dari itu, AI mampu menyingkat waktu teknis agar penulis bisa lebih fokus pada aspek kreatif, naratif, dan analisis.

Penulis yang adaptif akan tetap relevan. Mereka yang memahami teknologi dan etika AI justru punya keunggulan lebih. Di masa depan, pekerjaan penulis tidak punah tapi berevolusi. Dunia membutuhkan konten yang bukan hanya informatif, tapi juga bermakna dan manusiawi.

Maka, jangan takut pada AI, gunakanlah ia sebagai bahan bakar untuk melahirkan tulisan yang lebih tajam, cerdas, dan bermakna bukan malah sebaliknya.(*)