Kerugian OpenAI Membengkak Meski Tarif ChatGPT Pro Capai Rp3,2 Juta
- id.pinterest.com
VIVATechno – Transformasi digital dengan hadirnya chatbot AI seperti ChatGPT ternyata tak menjamin keuntungan bagi pengembangnya.
Perusahaan pengembang ChatGPT, OpenAI, masih mencatatkan kerugian meski telah mematok harga langganan premium yang terbilang mahal.
CEO OpenAI Sam Altman mengungkapkan bahwa perusahaannya belum bisa meraih profit, kendati telah menetapkan biaya langganan ChatGPT Pro sebesar US$200 atau sekitar Rp3,2 juta per bulan.
"Saya sendiri yang menetapkan harga langganan tersebut dan berpikir kami bisa menghasilkan uang," ungkap Altman melalui akun X pribadinya.
Kerugian ini terjadi karena tingkat penggunaan layanan oleh pelanggan melebihi prediksi perusahaan.
ChatGPT Pro, yang diluncurkan akhir tahun lalu, menawarkan akses ke versi peningkatan OpenAI o1 Pro dan layanan generator video Sora secara terbatas.
Meski telah mengumpulkan pendanaan sekitar US$20 miliar atau Rp324 triliun sejak awal berdiri, OpenAI masih belum mampu menghasilkan keuntungan.
Prediksi kerugian perusahaan bahkan meningkat menjadi US$5 miliar atau Rp80 triliun, naik dari kerugian tahun sebelumnya sebesar US$3,7 miliar atau Rp60 triliun.
Pembengkakan kerugian ini disebabkan oleh tingginya biaya operasional, termasuk gaji karyawan, sewa kantor, dan infrastruktur pelatihan AI.
Sebelumnya, ChatGPT pernah mencatatkan biaya operasional harian mencapai US$700.000 atau Rp11,3 miliar.
OpenAI kini mengakui membutuhkan modal yang lebih besar dari perkiraan awal dan sedang mempersiapkan restrukturisasi untuk menarik investasi baru.
Untuk mengatasi situasi ini, perusahaan berencana menaikkan tarif langganan berbagai layanannya.
Meski tengah menghadapi kerugian, OpenAI tetap optimis dapat meraih pendapatan hingga US$100 miliar atau Rp1,6 triliun pada tahun 2029, setara dengan penjualan tahunan Nestle.****